BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Matematika
adalah salah satu ilmu dasar yang sangat berperan penting dalam upaya
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu matematika
dipelajari pada semua jenjang pendidikan. Dengan harapan pendidikan matematika harus dapat menumbuhkembangkan
kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan kehidupan masa depan
Hodiyah (2009: 1). Dengan begitu penguasaan ilmu matematika sangat penting
dimiliki oleh generasi untuk menghadapi perkembangan zaman yang menuntut
sesuatu lebih cepat, praktis dan efisien.
Menurut Sriyanto (2007: 7) penguasaan
terhadap bidang matematika merupakan suatu keharusan, apalagi di era persaingan
global seperti saat sekarang. Sebab selain matematika landasan utama menguasai
sains dan teknologi yang berkembang dengan pesat dewasa ini, dengan belajar
matematika orang dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis,
logis, kritis, dan kreatif, yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Matematika
berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengkur, menemukan dan
menggunakan rumus matematika yang dapat menunjang pemahaman konsep siswa
kaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Belajar matematika tidak cukup mengenal
konsep, namun dapat mempergunakan konsep tersebut untuk manyelesaikan masalah
baik masalah yang berhubungan dengan matematika ataupun masalah yang dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itulah matematika sangat
berperan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Menurut Rusfendi (2006) matematika adalah ratu ilmu (Mathematics is the Queen of Sciences). Selain itu dikatakan
bahwa matematika sebagai raja sekaligus
sebagai pelayan. Sebagai raja karena semua ilmu pengetahuan mengikuti apa yang
dikehendaki oleh alur matematika untuk bisa berjalan, sebagai pelayan karena
matematika melayani ilmu-ilmu yang lain untuk bisa digunakan dan diterapkan (http://harulhudabk.blogspot.com/).
Menurut Sudjana (2010: 39) Dalam
proses pembelajaran, keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Dimana salah satu faktor internal tersebut adalah
motivasi siswa itu sendiri. Pentingnya menjaga motivasi dalam proses belajar
tak dapat dipungkiri karena dengan menggerakkan motivasi yang terpendam dan
menjaganya dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, siswa akan lebih giat
belajar. Selain faktor internal, faktor eksternal pun sangat mempengaruhi.
Faktor eksternal yang sangat penting adalah guru, dimana guru harus berusaha
mencapai tujuan pembelajaran matematika di kelas.
Meninjau pada hasil belajar yang
sering kali menjadi tolak ukur pencapaian peserta didik dalam menyerap materi
ataupun mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Maka hasil belajar
yang mencapai KKM sangat diharapkan. Namun dalam prosesnya peserta didik
biasanya mengalami kendala pada beberapa mata pelajaran tertentu yang biasanya
menjadi momok bagi mereka, salah satunya ialah pelajaran matematika. Banyak
faktor yang menjadi kendala terhambatnya proses penyerapan materi dalam
pelajaran matematika, biasanya hal tersebut dikarenakan sugesti yang sudah
berakar bahwa pelajaran matematika itu sulit. Lemahnya penyerapan kecepatan
berhitung dan logika yang dimiliki peserta didik, materi dengan tingkat
kesulitan yang tinggi maupun faktor dari tenaga pendidik yang kurang mampu
menyampaikan materi dengan baik, karena kurang menggunakan alat peraga dan
metode pembelajaran yang menunjang proses belajar mengajar.
Berdasarkan hasil pembelajaran di
kelas V SD Negeri 2 Latihan sebagian besar siswa tidak mampu dalam menyelesaikan
soal-soal yang diberikan, khususnya materi trapesium dan layang-layang. Hal ini
dapat dilihat pada hasil pekerjaan siswa pekerjaan siswa Seperti: Gambar
trapesium di bawah ini merupakan trapesium sama kaki. Berapakah Luas trapesium
…
Jawaban
siswa
luas
=
x 8 x (12 x 5)
= 4 x 60
= 240
Diketahui sebuah layang-layang KLM dengan
panjang LN = 12 cm dan luas 108
.
Berapakah panjang KM ?
Jawaban
siswa
KM
=
x 12 x 180
=
= 1080
Dari hasil pekerjaan siswa di
atas, terlihat bahwa siswa belum memahami rumus dengan baik. Pada pekerjaan
yang pertama siswa masih salah dalam mengetahui jumlah panjang sisi sejajar,
siswa menempatkan jumlah salah satu kaki trapesium menjadi jumlah sisi sejajar.
Hal inilah yang menjadikan siswa salah dalam penyelesaian soal tersebut.
Kemudian untuk soal yang kedua, luas layang-layang ditempatkan sebagai panjang
dari salah satu diagonal. Hal ini menunjukan bahwa siswa kurang mampu memahami
maksud dari soal yang diberikan, dikarenakan seringkali siswa diperhadapkan
dengan soal-soal rutin yang tidak dilatih untuk berpikir kritis, sehingga
ketika soal yang diberikan bervariasi, maka siswa tidak mampu menyelesaikannya.
Bahkan untuk pertemuan selanjutnya ketika ditanya rumus dari luas trapesium dan
layang-layang banyak yang lupa atau menjawab tetapi langsung membuka buku catatan
mereka.
Hal lain yang menjadi kendala dalam
proses belajar mengajar yaitu pemahaman konsep dasar siswa tentang segitiga dan
persegi panjang masih kurang, menyebabkan siswa kurang memahami konsep
trapesium dan layang-layang dengan baik, kurangnya kosentrasi dan perhatian
siswa dan metode yang digunakan juga masih berpusat pada guru, serta siswa juga
masih beranggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit. Kendala
yang dihadapi guru yaitu harus kejar materi sedangkan ada sebagian siswa yang
belum paham tentang materi yang diajarkan. Masalah-masalah inilah yang menyebabkan
sehingga hasil belajar siswa cenderung menurun.
Nasution (2000: 89) mengatakan
bahwa, Seorang siswa akan berpikir
sepanjang ia berbuat. Tanpa berbuat maka siswa tidak akan berpikir. Oleh karena
itu agar siswa aktif berpikir maka siswa harus diberi kesempatan untuk mencari
pengalaman sendiri serta dapat mengembangkan seluruh aspek pribadinya. Siswapun
harus lebih aktif dan mendominasi sehingga dapat mengembangkan potensi yang ada
dalam dirinya. Dengan kata lain aktivitas siswa dalam pembelajaran bukan hanya
mencatat dan mendengarkan penjelasan dari guru.
Rusefendi (2006: 328) beranggapan
bahwa “Bagian terbesar dari matematika yang siswa pelajari di sekolah tidak
diperoleh melalui penemuan, tetapi diperoleh melalui pemberitahuan (dengan cara
ceramah/ kuliah/ ekspositori), bacaan, meniru, melihat, mengamati dan
semacamnya”. Upaya yang harus diterapkan dalam mengembangkan proses
pembelajaran matematika antara lain dengan mengakrabkan matematika kepada siswa
sesuai dengan realitas kehidupan sehari-hari yaitu mengaitkan konsep-konsep
matematika dengan pengalaman anak dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
menemukan serta membangun idenya secara mandiri.
Untuk mengatasi kendala di atas dalam rangka meningkatkan
hasil belajar , maka diperlukan suatu penggunaan metode pembelajaran aktif
dalam pelajaran matematika. Salah satu
metode dalam pembelajaran matematika yang berorientasi pada hal tersebut adalah
dengan menerapkan metode discovery learning. Discovery Learning adalah
metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak
memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tanpa pemberitahuan
langsung; sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri Russefendi (Nurdiansyah, 2008).
Siregar (1996: 76) mengatakan
bahwa jika ternyata ditemukan kesulitan dalam proses pembelajaran, guru
bertugas memberikan arahan dan bimbingan guna memecahkan persoalan yang
dihadapi peserta didik. Dalam konteks ini, menemukan sesuatu berarti mengenal,
menghayati dan memahami sesuatu yang belum pernah diketahui sebelumnya agar
dapat dijadikan bahan pelajaran dalam menciptakan inovasi pembelajaran yang
lebih menggairahkan.
Metode pembelajaran yang pertama kali dikembangkan
oleh Bruner ini menitiberatkan pada kemampuan para siswa dalam menemukan
sesuatu dalam kegiatan belajar mengajar. Belajar melalui penemuan itu penting,
sebab; (1) Pada kenyataan ilmu-ilmu itu diperoleh melalui penemuan, (2) Matematika
adalah bahasa yang abstrak; konsep dan lain-lainnya itu akan lebih melekat bila
melalui penemuan dengan jalan memanipulasi dan berpengalaman dengan benda benda
kongkrit, (3) Generalisasi itu penting; melalui penemuan generalisasi yang
diperoleh akan lebih mantap, (4) Dapat meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah, (5) Setiap anak adalah makhluk kreatif, (6) Menemukan sesuatu secara
sendiri dapat menumbuhkan rasa percaya terhadap dirinya sendiri, dapat
meningkatkan motivasi (termasuk motivasi intrinsik), serta pada umumnya
bersikap positif terhadap matematika Ilahi (2012: 30).
Pada penelitian ini peneliti
mengangkat materi luas trapesium dan layang-layang karena masih banyak siswa
yang belum memahami rumus dengan baik, dan tidak mampu menyelesaikan soal
dengan baik.. Kelas V digunakan sebagai objek untuk diteliti karena materi luas
trapesium dan layang-layang ada pada kelas V dan merupakan kelas yang
dipersiapkan untuk masuk ke kelas VI atau kelas ujian, dimana materi ini harus
dikuasai siswa dengan baik.
Alasan menggunakan metode discovery learning yaitu memungkinkan
untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif, pengetahuan ditemukan sendiri
sehingga melalui metode ini akan betul-betul dikuasai, dan mudah digunakan /
ditransfer, siswa dibiasakan berpikir analitis dan mencoba memecahkan masalah
yang akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis teratarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “ Peningkatan
Hasil Belajar Siswa Pada Materi Trapesium Dan Layang-layang Dengan Menggunakan
Metode Discovery Learning Di Kelas V
SD Negeri 2 Latihan Ambon”.
B.
Identifikasi
Masalah
Dari
permasalahan yang diungkapkan pada latar belakang maka peneliti
mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut.
1. Hasil
belajar siswa masih rendah
2. Kurangnya
penggunaan alat peraga / media pembelajaran dalam proses pembelajaran
3. Sebagian
siswa sulit memahami rumus luas trapesium dan layang-layang dikarenakan
penanaman konsep segitiga dan pesegi panjang masih kurang
4. Siswa
kesulitan menyelesaikan soal cerita yang bervariasi yang berkaitan dengan
trapesium dan layang-layang
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah penerapan metode discovery
learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Latihan
Ambon pada materi Trapesium dan Layang-layang?
D.
Tujuan
Penelitian
Adapun
yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa
kelas V SD Negeri 2 Latihan Ambon dengan menggunakan metode discovery learning pada materi Trapesium
dan Layang-layang.
E.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan
uraian di atas maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Manfaat
Teoritis
a.
Untuk meningkatkan pengetahuan siswa
b.
Sebagai bahan referensi bagi peneliti
yang ingin mengembangkan atau melanjutkan penelitian ini.
2. Manfaat
Praktis
a.
Bagi siswa untuk meningkatkan penguasaan
konsep terhadap materi trapesium dan layang-layang.
b.
Bagi guru, ditemukan strategi pembelajaran yang tepat (tidak konvensional), serta
bersifat variatif dan inovatif.
c.
Bagi sekolah
memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran
dan meningkatkan mutu sekolah..
d.
Bagi
Peneliti
a) Untuk mengetahui efektivitas
penggunaan metode discovery learning
b) Untuk mendapatkan gambaran tentang
hasil belajar Matematika melalui penggunaan metode discovery learning.
F.
Penjelasan
Istilah
Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda
terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka definisinya
sebagai berikut :
1.
Metode discovery learning merupakan
proses belajar dimana siswa berperan aktif untuk menemukan informasi dan
memperoleh pengetahuannya sendiri dengan pengamatan atau diskusi dalam rangka
mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna.
2.
Hasil belajar diartikan
sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran disekolah
yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah
materi pelajaran tertentu.
3.
Trapesium adalah bangun datar segi empat
yang tepat mempunyai sepasang sisi sejajar. Sedangkan Layang-layang bangun
datar segi empat yang diagonal-diagonalnya berpotongan tegak lurus dan
mempunyai dua pasang sisi sejajar yang berdekatan sama panjang.
BAB II
KAJIAN
TEORI
A. Pengertian Belajar
Banyak
orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu dan
menuntut ilmu. Ada lagi secara lebih khusus mengartikan belajar adalah menyerap
pengetahuan. Memang kalau kita bertanya kepada seseorang tentang apakah belajar
itu, akan memperoleh jawaban yang bermacam-macam. Menurut Wittaker (1970: 15)
belajar didefenisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau
diubah melalui latihan atau pengalaman. Lebih lanjut Soemanto (2006: 104),
belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia, dengan belajar
manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah
lakunya berkembang.
Menurut
Gagne (Susanto, 2013: 1) belajar dapat didefenisikan sebagai suatu proses di
mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Bagi Gagne
belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku. Selain itu Gagne juga
menekankan bahwa belajar sebagai suatu upaya memperoleh pengetahuanatau
keterampilan melalui instruksi
Adapun
menurut Burton (1993), belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku
pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lain
dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi
dengan lingkungannya. Sementara menurut Hilgard (1962), belajar adalah suatu
perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan kegiatan yang dimaksud
mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku dan ini diperoleh melalui latihan
(pengalaman). Hilgard menegaskan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu
yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembiaasaan, pengalaman dan
sebagainya.
Dari
beberapa pengertian belajar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar
adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan
sadar untuk memperolah suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga
memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relative tetap baik
dalam berpikir, merasa maupun dalam bertindak.
B. Pengertian Pembelajaran
Menurut Briggs dkk (Winataputra, 2008) pengertian
pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya
proses belajar pada siswa.
Pembelajarn merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan
tabiat serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik. Dengan kata
lain pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik Susanto (2013: 19).
Ciri utama dari pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi,
dan peningkatan proses belajar siswa. Sedangkan komponen-komponen dalam
pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran.
C. Pengertian Pembelajaran Matematika
Menurut Corey
(2003), pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang secara
sengaja dikelolah untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu
dalam kondisi-kondisi khusus atau mengahsilkan respon terhadap situasi
tertentu. Selanjutnya menurut Dimyanti (2006), pembelajaran adalah kegiatan
guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk mmebuat siswa belajar
secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber balajar.
Menurut Freudental
(2008) matematika merupakan aktivitas insani (human activities) yang harus dikaitkan dengan realitas. Dengan
demikian matematika merupakan cara berpikir logis yang dipresentasikan dalam
bilangan, ruang, dan bentuk dengan aturan-aturan yang telah ada yang tak lepas
dari insane tersebut.
Pembelajaran
matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreatifitas berpikir siswa yang dapat yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
matematika Susanto (2013: 186).
D. Metode Discovery Learning
1. Pengertian Metode Discovery Learning
Apabila
ditinjau dari katanya , discover
berarti menemukan sedangkan discovery
adalah penemuan. Menurut Oemar Hamalik,discovery
(1994: 90) adalah proses pembelajaran yang menitiberatkan pada mental
intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi,
sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan
dilapangan. Metode
discovery learning merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar
siswa aktif dengan menemukan sendiri menyelidiki sendiri, maka hasil yang
diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan
siswa Asmani (2011: 154).
Metode
discovery learning merupakan salah
satu metode yang memungkinkan para siswa terlibat langsung dalam kegiatan
belajar-mengajar, sehingga mampu menggunakan proses mentalnya untuk menemukan
suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari Ilahi (2012: 34). Selanjutnya Abimanyu
dkk (2009: 70) mengatakan bahwa, metode discovery
learning memungkinkan untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif,
pengetahuan ditemukan sendiri sehingga melalui metode ini akan betul-betul
dikuasai, dan mudah digunakan / ditransfer, siswa dibiasakan berpikir analitis
dan mencoba memecahkan masalah yang akan ditransfer dalam kehidupan
bermasyarakat.
Dengan
demikian, Metode discovery learning merupakan proses belajar dimana
siswa berperan aktif untuk menemukan informasi dan memperoleh pengetahuannya
sendiri dengan pengamatan atau diskusi dalam rangka mendapatkan pembelajaran
yang lebih bermakna.
Dalam
proses pembelajaran guru harus mampu menemukan metode atau teori yang tepat
dalam pelaksanaan pembelajaran. Prinsip yang paling penting aladah experiental
yaitu metode pengajaran yang menggunakan pengalaman anggota kelas, sehingga
pengalaman suatu konsep atau teori pembelajaran benar-benar terealisasikan
dengan baik. Itulah sebabnya, discovery learning menjadi salah satu metode
pembelajaran yang memberikan pengalaman tersendiri bagi anak didik agar
terlibat langsung kondisi lingkungan sekitar.
Dengan
keterlibatan langsung, peserta didik diharapkan memiliki kesadaran pribadi.
Kesadaran pribadi tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman langsung dalam
kegiatan belajar mengajar. Pada titik inilah belajar dari pengalaman lebih baik
dari pada hanya berbicara dan tidak pernah berbuat sama sekali. Dengan kata
lain belajar merupakan puncak pengalaman yang paling fenomenal dalam memperoleh
pengetahuan yang berkaitan dengan perubahan tingkah laku anak didik untuk
mendapatkan prestasi terbaik. Dengan demikian tidak salah jika discovery learning dikatakan sebagai
proses pengalaman. Hal ini karena discovery
learning bertujuan untuk mendapatkan pengalaman belajar yang sesuai dengan
kondisi anak didik dalam menerima materi pelajaran yang diberikan sehingga
lebih bermakna dan tidak mudah dilupakan.
2. Tujuan Discovery Learning
Menurut Ilahi (2012: 47) Adapun tujuan discovery learning yang memiliki pengaruh basar bagi anak didik
adalah sebagai berikut.
1. Untuk
mengembangkan kreatifitas
2. Untuk
mendapat pengalaman langsung dalam belajar
3. Untuk
mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan kritis
4. Untuk
meningkatkan keaktifan anak didik dalam proses pembelajaran
5. Untuk
belajar memecahkan masalah
6. Untuk
mendapatkan inovasi dalam proses pembelajaran
Lebih lanjut tujuan pengggunaan
metode pembelajaran penemuan (discovery
larning) menurut Abimanyu dkk (2009: 70) antara lain:
1. Untuk
memperoleh metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Untuk mengaktifkan
siswa belajar sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran.
3. Untuk
memvariasikan metode pembelajaran yang digunakan agar siswa tidak bosan.
4. Agar siswa
dapat menemukan sendiri, menyelidiki sendiri dan memecahkan sendiri masalah yng
dipelajari, sehingga hasilnya setia dan tahan lama dalam ingatan, dan tidak
mudah dilupakan.
3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Metode Discovery Learning
Abimanyu dkk (2009: 71) menetapkan
Langkah-langkah pelaksanaan metode pembelajaran penemuan (discovery learning) sebagai berikut.
1)
Kegiatan
Persiapan
a) mengidentifikasi
kebutuhan belajar siswa
b) merumuskan
tujuan pembelajaran
c) menyiapkan
problem (materi pelajaran) yang akan dipecahkan.
d) menyiapkan
alat dan bahan yang diperlukan
2)
Kegiatan
Pelaksanaan Penemuan
1.
Kegiatan
Pembukaan
a)
Melakukan apersepsi , yaitu mengajukan pertanyaan
mengenai materi pelajaran yang telah diajarkan.
b)
Memotivasi siswa dengan menunjukan foto/ gambar
penemu-penemu matematika yang terkenal agar siswa termotivasi untuk menjadi
penemu.
c)
Mengemukakan tujuan pembelajaran dan kegiatan /
tugas yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran itu.
2. Kegiatan Inti
a)
Mengemukakan problem yang akan dicari jawabannya
melalui kegiatan penemuan
b)
Diskusi pengarahan tentang cara pelaksanaan penemuan
berupa kegiatan penyelidikan / percobaan untuk menemukan konsep atau prinsip
yang telah ditetapkan.
c)
Membantu siswa dengan informasi atau data, jika
diperlukan siswa
d)
Membantu siswa melakukan analisis data hasil temuan,
jika diperlukan
e)
Merangsang terjadinya interaksi anta siswa dengan
siswa
f)
Memuji siswa yang giat dalam melaksanakan penemuan.
g)
Memberi kesempatan siswa melaporkan hasil temuannya
3.
Kegiatan
Penutup
a)
Siswa membuat rangkuman hasi-hasil penemuanya
b)
Melakukan evaluasi hasil dan proses penemuan
c)
Melakukan tindak lanjut yaitu meminta siswa
melakukan penemuan ulang jika ia belum menguasai materi dan meminta iswa
mengerjakan tugas pengayaan bagi siswa yang telah melakukan penemuan dengan
baik.
4.
Kelebihan Dan Kelemahan Matode Discovery Learning
Keistimewaan
discovery learning bagi peserta didik
tidak sekedar mengkaji suatu persoalan melainkan juga mengkaji informasi dan
fakta kongkret yang mengenai suatu hal yang penting. Berikut beberapa kelebihan
dan kelemahan metode discovery learning
menurut Ilahi (2012: 68).
1.
Kelebihan
metode discovery learning yaitu:
a. Dalam
penyampaian bahan discovery learning,
digunakan kegiatan dan pengalaman langsung.
b. Lebih
realistis dan mempunyai makna
c. Merupakan
suatu model pemecahan masalah
d. Dengan
sejumlah transfer secara langsung, maka kegiatan discovery akan lebih mudah diserap oleh anak didik.
e. Banyak
memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk terlibat langsung dalam kegiatan
belajar mengajar.
2.
Kelemahan
metode discovery learning yaitu:
a. Membutuhkan
waktu yang lebih lama
b. Kemampuan
rasional anak masih terbatas
Selanjutnya Hudojo (1984: 7) merinci
kekurangan metode pembelajaran
penemuan (discovery
learning) sebagai berikut.
a.
Memerlukan banyak waktu dan belum dapat
dipastikan apakah siswa akan tetap bersemangat menemukan.
b.
Tidak semua guru mempunyai semangat dan
kemampuan mengajar dengan metode ini, terutama guru yang pekerjaannya “sarat
muatan”.
c.
Tidak setiap siswa dapat diharapkan
menjadi seorang “penemu”. Bimbingan yang tidak sesuai dengan kesiapan intelektual
siswa akan merusak struktur kognitifnya.
E. Hasil Belajar
Menurut Sudjanda (2001), hasil
belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat
pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis,
tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan Nasution (1989) berpendapat bahwa hasil
belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai
pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi
individu yang belajar.
Untuk melihat hasil belajar
dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah
siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya
sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan
untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan
peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan Kunandar (2011: 277).
Menurut Nawawi (Susanto, 2013: 5),
yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi
pada diri siswa, baik yang menyangkut pada aspek kognitif, afektif, psikomotor
sebagai hasil dari kegiatan belajar. Secara sederhana hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Dengan demikian, Hasil belajar diartikan
sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran disekolah
yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah
materi pelajaran tertentu.
F. Ruang Lingkup Materi
Adapun yang menjadi ruang lingkup
materi dalam penelitian ini sebagaimana terdapat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Ruang Lingkup Materi
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Indikator
|
Materi
|
3. Menghitung luas bangun datar sederhana dan menggunakannnya
dalam pemecahan masalah
|
3.1 Menghitung luas trapesium dan layang-layang.
|
1. menemukan rumus luas trapezium dan menghitung
luas trapesium
2. menemukan rumus layang-layang dan menghitung
luas layang-layang
3. menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
luas trapezium
4.
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas layang-layang
|
1. Luas
Trapesium
2.Luas Layang-layang
|
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipe
penelitian tindakan kelas (classroom
action research), yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa
dalam proses belajar mengajar. Menurut Arikunto (2008: 16), mengatakan bahwa
secara garis besarterdapat 4 tahap yang dilalui dalam penelitian tindakan kelas
yaitu, (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) pengamatan atau observasi, dan (4)
refleksi. Keempat tahap tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3.1 Diagram Tahapan PTK
B. Lokasi
dan Waktu Penelitian
a.
Lokasi
Penelitian
Penelitian ini
akan dilaksanakan di SD Negeri 2 Latihan Ambon, Jalan Dr Tamaella Ambon.
b.
Waktu
Penelitian
Penelitian ini
akan dilaksanakan setelah proposal ini diseminarkan.
C. Data
dan Sumber Data Penelitian
1.
Data
Data dalam penelitian ini
terdiri atas data kuantitatif berupa hasil belajar siswa dan data kualitatif
yang berupa hasil observasi atau pengamatan selama berlangsungnya proses
pembelajaran dan hasil pengamatan aktivitas siswa dalam kelompok.
2.
Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah
a.
Siswa
Untuk mendapatkan data tentang hasil belajar dan
aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar.
b.
Guru
Untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi
metode discovery learning dan
aktifitas siswa dalam proses pembelajaran.
D. Subjek
Penelitian
Subjek dalam penelitian
ini adalah 30 orang siswa yang terdiri dari laki-laki 17 siswa dan perempuan 13
siswa kelas V SD Negeri 2 Latihan Ambon dan guru yang mengajar matematika di
kelas tersebut.
E.
Perangkat Pembelajaran
perangkat pembelajaran yang digunakan dalam
penelitian sebagai berikut.
1.
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun dengan meneyesuaikan langkah-langkah
pembelajaran dengan menggunakan metode discovery
learning. RPP disusun untuk 4 kali pertemuan dalam 2 siklus, RPP 01 untuk
pertemuan I siklus I, RPP 02 untuk pertemuan II siklus I, RPP 03 untuk
pertemuan I siklus II, dan RPP 04 untuk pertemuan II siklus I.
2.
Bahan Ajar
Bahan ajar
memuat materi luas trapesium dan layang-layang yang digunakan dalam proses
pembelajaran. Bahan ajara disusun dalam 4 kali pertemuan dalam 2 siklus.
3.
LKS (Lembaran
Kerja Siswa)
LKS memuat
soal-soal yang harus dikerjakan siswa untuk dapat memahami konsep yang
dipelajari serta latihan soal yang dikerjakan saat berlangsungnya proses
pembelajaran.
Secara rinci perangkat
pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini sebagai berikut.
Tabel
3.1 Perangkat Pembelajaran Setiap Siklus
Siklus
|
Pertemuan
|
RPP
|
Bahan Ajar
|
LKS
|
Materi
|
I
|
1
|
01
|
01
|
01
|
Menemukan
rumus luas trapesium
|
2
|
02
|
02
|
02
|
Menghitung
luas trapesium
|
|
II
|
3
|
03
|
03
|
03
|
Menemukan
rumus luas layang-layang
|
4
|
04
|
04
|
04
|
Menghitung
luas layang
|
F.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang
dilakukan dalam penelitian ini diawali dengan pengelompokkan setiap siswa dalam
kelompok. Penelitian ini terdiri dari dua siklus (siklus I dan siklus II) dan
dilaksanakan dalam empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan
refleksi. Adapun tahapan penelitian tindakan kelas seperti yang terdapat pada
tabel 3.2 berikut.
Tabel
3.2 Tahapan Penelitian Tindakan Kelas
Siklus
|
Tahap
|
Uraian Kegiatan
|
Siklus I
|
Perencanaan
|
1.
Merancang
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
2.
Membuat
alat evaluasi LKS, dan lembar observasi.
3.
Menyiapkan
sarana pendukung berupa alat dan bahan yang diperlukan
4.
Melaksanakan
indikator keberhasilan yaitu, melakukan tindakan perbaikan dikatakan berhasil
jika 65% siswa mencapai KKM yaitu 65.
|
Pelaksanaan
|
Melaksanakan pembelajaran berdasarkan RPP yang
dipersiapkan.
|
|
Pengamatan
|
Melakukan pengamatan selama proses pembelajaran
berdasarkan lembar observasi
|
|
Refleksi
|
1.
Menganalisis
hasil yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan yang dilakukan
2.
Melakukan
evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan
3.
Memperbaiki
pelaksanaan tidakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada siklus
berikutnya
|
|
Siklus II
|
Perencanaan
|
1.
Menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 02
2.
Membuat
alat evaluasi LKS, dan lembar observasi
3.
Menyiapkan
sarana pendukung berupa alat dan bahan yang diperlukan
4.
Melakukan
indikator keberhasilan yaitu, pelaksanaan tindakan perbaikan dikatakan
berhasil jika 65% siswa mencapai KKM yaitu 65.
|
Pelaksanaan
|
Melaksanakan tindakan mengacu pada RPP 02 yang
telah disusun
|
|
Pengamatan
|
Melakukan pengamatan selama proses pembelajaran
berdasarkan lembar observasi
|
|
Refleksi
|
Melakukan evaluasi tindakan siklus II
|
Jika pada siklus II siswa
belum berhasil maka dikembangkan pembelajaran untuk mengulang tindakan yang
belum berhasil dicapai oleh siswa. Tetapi jika siswa berhasil maka tidak
dilanjutkan ke silkus III atau siklus berikutnya.
G.
Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Instrument Tes
Instrumen tes
yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes akhir setiap siklus. Tes yang
diberikan berupa soal isian dan essay yang dipilih dari materi yang telah
diajarkan, dimana setiap akhir siklus diadakan tes guna mengetahui ketercapaian
siswa terhadap materi yang diajarkan. Instrument tes yang digunakan adalah
perangkat tes akhir setiap siklus dengan pelaksanaan tes dirancang sebanyak 2
kali, tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II.
Tabel
3.3 Instrumen Tes
Siklus
|
Indikator
|
Jumlah soal
|
Bentuk
|
I
|
1.
Menemukan
rumus luas trapesium dan menghitung luas trapesium
2.
Menemukan
rumus luas trapesium dan menghitung luas layang-layang
|
5
|
Isian
|
II
|
3.
Menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan luas trapesium
4.
Menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan luas layang-layang
|
3
3
|
Essay
Essay
|
2.
Lembar
Observasi
1.
Lembar
observasi aktivitas siswa dalam kelompok
Untuk mengamati siswa dalam kelompok, digunakan
format observasi siswa dalam kelompok. Lembar observasi tersebut berisi
aktivitas siswa pada pertemuan I siklus I, aktivitas siswa pada pertemuan II
siklus I, aktivitas siswa pada pertemuan I siklus II dan aktivitas
2.
Lembar
observasi aktivitas guru selama proses pembelajaran
Untuk mengamati aktivitas guru selama proses
pembelajaran, digunakan format observasi guru. Lembar observasi guru siklus I
pertemuan I, siklus I pertemuan II , siklus II pertemuan I dan siklus II
pertemuan II.
H.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Tes
Tes tersebut
dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah dilakukan tindakan,
dengan menggunakan metode discovery
learning. Tes dilakukan pada akhir pembelajaran, serta dilakukan secara
individu.
2.
Pengamatan (observasi)
Pengamatan dilakukan
pada saat proses pembelajran berlangsung. Dalam penelitian ini peneliti dibantu
oleh beberapa observer, untuk mengamati aktivitas guru yang sedang mengajar,
dan mengamati aktivitas setiap siswa dalam kelompok. Peneliti mengamati guru
yang sedang mengajar, dan peneliti lain mengamati aktivitas siswa.
I. Teknik Analisa Data
Data
dari hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis data
kuantitatif dan analisis data kualitatif sebagai berikut:
1.
Analisis data kuantitatif
Menggunakan
rumus perhitungan untuk mencari nilai siswa yang kemudian dikonversikan dalam
interval nilai untuk menentukan ketuntasan belajar siswa pada materi yang
diajarkan. Adapun rumus yang yang digunakan dalam mencari nilai siswa adalah
Hasil
belajar =
× 100
(Rusfendi,
1992: 32)
Selanjutnya
dari hasil belajar siswa dibandingkan dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM),
yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui apakah
siswa tersebut hasil belajarnya terhadap materi tuntas atau belum tuntas.
Tabel 3.3 Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM)
Kriteria Ketuntasan
Minimal
|
Keterangan
|
X
≥ 65
|
Mencapai KKM
|
X
< 65
|
Belum mencapai KKM
|
Sedangkan untuk presentase ketuntasan secara klasikal
dihitung dengan menggunakan rumus:
Ketuntasan
Belajar =
× 100
Indikator keberhasilan
dalam penelitian ini adalah apabila siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang telah ditetapkan, sedangkan untuk menentukan ketuntasan
belajar siswa terhadap materi yang diajarkan digunakan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) mata pelajaran matematika adalah 65. Ini berarti apabila nilai
siswa mencapai ≥ 65 maka tuntas, sebaliknya apabila nilai siswa < 65 berarti
tidak tuntas.
Adapun penetapan
ketuntasan belajar siswa, didasarkan pada pendapat yang dikemukakan oleh
Suryasubroto (2005: 27), bahwa syarat suatu pembelajaran dikatakan tuntas
individu maupun klasikal sebagai berikut.
1.
Seorang siswa dikatakan tuntas belajar jika siswa tersebut
mencapai skor ≥ 65.
2.
Suatu kelas telah tuntas jika dalam kelas tersebut telah
terdapat 65% dari jumlah seluruh siswa mencapai 65
Berdasarkan
pendapat di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa dikatakan berhasil
secara klasikal jika ≥ 65% siswa mencapai nilai KKM.
2.
Analisa
Data Kualitatif
Data kualitatif digunakan untuk menganalisis hasil
pengamatan aktifitas guru dan siswa. Menurut Miles dan Huberman (Tutuhatunewa,
2004: 31), data kualitatif dianalisis melalui tiga tahapan, yaitu:
1. Reduksi
Data
Merupakan proses penyederhanaan yang
dilakukan melalui seleksi, pemfokuskan, penajaman, penyisihan data yang kurang
bermakna dan menatanya sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat ditarik
dan diverifikasi.
2. Penyajian
Data
Merupakan proses penampilan data secara
lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif, tabulasi, matriks, grafis dan
lain sebagainya.
3. Penarikan
Kesimpulan
Merupakan proses pengambilan intisari
dari sajian data yang telah diorganisasikan dalam bentuk pernyataan/kalimat
singkat dan padat tapi mengandung pengertian yang luas.
Berdasarkan pendapat di atas, dalam penelitian ini
digunakan reduksi data, penyajian, dan penarikan kesimpulan sebagai berikut:
a. Reduksi
Data
Dalam penelitian ini, data-data yang
direduksi yaitu: reduksi data-data hasil tes siswa. Data-data yang direduksi
adalah data hasil tes siswa yang tidak lengkap. Selain itu, reduksi data-data
hasil observasi guru dan siswa. Data-data yang direduksi adalah data hasil
observasi yang dianggap tidak penting untuk dijelaskan nantinya dalam hasil
penelitian dan pembahasan.
b. Penyajian
Data
Setelah melakukan reduksi data,
data-data tersebut disajikan dalam bentuk tabel maupun kalimat.
c. Penarikan
Kesimpulan
Data-data yang telah disajikan dalam
bentuk tabel atau kalimat, kemudian dirangkum dan dibuat kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani.
2011.Tips menjadi guru inspiratif,kreatif
dan inovatif. Jokjakarta: Diva Press
Abimanyu
dkk. 2009. Strategi pembelajaran. Jakarta:
BSNP Depdiknas
Hudojo,
Herman. 1984. Metode mengajar matematika.
Jakarta: Depdikbut-Dirjen Dikti.
Kunandar.
2011. Langkah mudah penelitian tindakan
kelas sebagai pengembangan profesi guru. Jakarta: PT Rajawali Pers
Moh.Ilahi
Takdir. 2012. Pembelajaran discovery
strategy dan mental vocational skill.
Jokjakarta: Diva Press.
Murdiansyah
Budi. 2008. Penggunaan metode penemuan
untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif siswa. [serial online]. http://newsmath.wordpress.com/2008/06/15/proposal-ptk.htm
(9-2-2015)
Nasution,S.
1989. Azas-azas mengajar. Bandung:
Jermunas
Nasution, S, 2000, Penelitian
Ilmiah. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.
Oemar
Hamalik. 1994. Pengembangan kurikulum dan
pembelajaran. Bandung: Trigenda Karya
Rusfendi,2006.
Pengantar keapada membantu guru
mengembangkan kompetensinya dalan pembelajaran matek untuk meningkatkan CBSA. Bandung:
Tarsito
Siregar
Masarudin. 1985. Metode dan kedudukan
dalam proses belajar mengajar. Yokyakarta: Sumbangsih
Sudjanda,
Nana. 1991. Model-model mengajar CBSA. Bandung:
Sinar Biru
.
2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Susanto,Ahmad.
2013. Teori belajar dan pembelajaran di
sekolah dasar. Jakarta: Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar