Rabu, 01 April 2015

peningkatan hasil belajar materi trapesium dan layang-layang menggunakan metode discovery learning



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua jenjang pendidikan. Dengan harapan pendidikan matematika harus dapat menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan kehidupan masa depan Hodiyah (2009: 1). Dengan begitu penguasaan ilmu matematika sangat penting dimiliki oleh generasi untuk menghadapi perkembangan zaman yang menuntut sesuatu lebih cepat, praktis dan efisien.
Menurut Sriyanto (2007: 7) penguasaan terhadap bidang matematika merupakan suatu keharusan, apalagi di era persaingan global seperti saat sekarang. Sebab selain matematika landasan utama menguasai sains dan teknologi yang berkembang dengan pesat dewasa ini, dengan belajar matematika orang dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, kritis, dan kreatif, yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengkur, menemukan dan menggunakan rumus matematika yang dapat menunjang pemahaman konsep siswa kaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Belajar matematika tidak cukup mengenal konsep, namun dapat mempergunakan konsep tersebut untuk manyelesaikan masalah baik masalah yang berhubungan dengan matematika ataupun masalah yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itulah matematika sangat berperan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Menurut Rusfendi (2006) matematika adalah ratu ilmu (Mathematics is the Queen of Sciences). Selain itu dikatakan bahwa matematika sebagai raja sekaligus sebagai pelayan. Sebagai raja karena semua ilmu pengetahuan mengikuti apa yang dikehendaki oleh alur matematika untuk bisa berjalan, sebagai pelayan karena matematika melayani ilmu-ilmu yang lain untuk bisa digunakan dan diterapkan (http://harulhudabk.blogspot.com/).
Menurut Sudjana (2010: 39) Dalam proses pembelajaran, keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dimana salah satu faktor internal tersebut adalah motivasi siswa itu sendiri. Pentingnya menjaga motivasi dalam proses belajar tak dapat dipungkiri karena dengan menggerakkan motivasi yang terpendam dan menjaganya dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, siswa akan lebih giat belajar. Selain faktor internal, faktor eksternal pun sangat mempengaruhi. Faktor eksternal yang sangat penting adalah guru, dimana guru harus berusaha mencapai tujuan pembelajaran matematika di kelas.
Meninjau pada hasil belajar yang sering kali menjadi tolak ukur pencapaian peserta didik dalam menyerap materi ataupun mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Maka hasil belajar yang mencapai KKM sangat diharapkan. Namun dalam prosesnya peserta didik biasanya mengalami kendala pada beberapa mata pelajaran tertentu yang biasanya menjadi momok bagi mereka, salah satunya ialah pelajaran matematika. Banyak faktor yang menjadi kendala terhambatnya proses penyerapan materi dalam pelajaran matematika, biasanya hal tersebut dikarenakan sugesti yang sudah berakar bahwa pelajaran matematika itu sulit. Lemahnya penyerapan kecepatan berhitung dan logika yang dimiliki peserta didik, materi dengan tingkat kesulitan yang tinggi maupun faktor dari tenaga pendidik yang kurang mampu menyampaikan materi dengan baik, karena kurang menggunakan alat peraga dan metode pembelajaran yang menunjang proses belajar mengajar.
Berdasarkan hasil pembelajaran di kelas V SD Negeri 2 Latihan sebagian besar siswa tidak mampu dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan, khususnya materi trapesium dan layang-layang. Hal ini dapat dilihat pada hasil pekerjaan siswa pekerjaan siswa Seperti: Gambar trapesium di bawah ini merupakan trapesium sama kaki. Berapakah Luas trapesium …
                                                                        Jawaban siswa
                                                                        luas =  x 8 x (12 x 5)
                                                                               = 4 x 60
                                                                               = 240  
Diketahui sebuah layang-layang KLM dengan panjang LN = 12 cm dan luas 108 . Berapakah panjang KM ?
                                                                        Jawaban siswa
                                                                        KM =  x 12 x 180
                                                                               =
                                                                               = 1080
Dari hasil pekerjaan siswa di atas, terlihat bahwa siswa belum memahami rumus dengan baik. Pada pekerjaan yang pertama siswa masih salah dalam mengetahui jumlah panjang sisi sejajar, siswa menempatkan jumlah salah satu kaki trapesium menjadi jumlah sisi sejajar. Hal inilah yang menjadikan siswa salah dalam penyelesaian soal tersebut. Kemudian untuk soal yang kedua, luas layang-layang ditempatkan sebagai panjang dari salah satu diagonal. Hal ini menunjukan bahwa siswa kurang mampu memahami maksud dari soal yang diberikan, dikarenakan seringkali siswa diperhadapkan dengan soal-soal rutin yang tidak dilatih untuk berpikir kritis, sehingga ketika soal yang diberikan bervariasi, maka siswa tidak mampu menyelesaikannya. Bahkan untuk pertemuan selanjutnya ketika ditanya rumus dari luas trapesium dan layang-layang banyak yang lupa atau menjawab tetapi langsung membuka buku catatan mereka.
Hal lain yang menjadi kendala dalam proses belajar mengajar yaitu pemahaman konsep dasar siswa tentang segitiga dan persegi panjang masih kurang, menyebabkan siswa kurang memahami konsep trapesium dan layang-layang dengan baik, kurangnya kosentrasi dan perhatian siswa dan metode yang digunakan juga masih berpusat pada guru, serta siswa juga masih beranggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit. Kendala yang dihadapi guru yaitu harus kejar materi sedangkan ada sebagian siswa yang belum paham tentang materi yang diajarkan. Masalah-masalah inilah yang menyebabkan sehingga hasil belajar siswa cenderung menurun.
Nasution (2000: 89) mengatakan bahwa, Seorang siswa akan berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa berbuat maka siswa tidak akan berpikir. Oleh karena itu agar siswa aktif berpikir maka siswa harus diberi kesempatan untuk mencari pengalaman sendiri serta dapat mengembangkan seluruh aspek pribadinya. Siswapun harus lebih aktif dan mendominasi sehingga dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Dengan kata lain aktivitas siswa dalam pembelajaran bukan hanya mencatat dan mendengarkan penjelasan dari guru.
Rusefendi (2006: 328) beranggapan bahwa “Bagian terbesar dari matematika yang siswa pelajari di sekolah tidak diperoleh melalui penemuan, tetapi diperoleh melalui pemberitahuan (dengan cara ceramah/ kuliah/ ekspositori), bacaan, meniru, melihat, mengamati dan semacamnya”. Upaya yang harus diterapkan dalam mengembangkan proses pembelajaran matematika antara lain dengan mengakrabkan matematika kepada siswa sesuai dengan realitas kehidupan sehari-hari yaitu mengaitkan konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan serta membangun idenya secara mandiri.
Untuk mengatasi kendala di atas dalam rangka meningkatkan hasil belajar , maka diperlukan suatu penggunaan metode pembelajaran aktif dalam pelajaran matematika. Salah satu metode dalam pembelajaran matematika yang berorientasi pada hal tersebut adalah dengan menerapkan metode discovery learning. Discovery Learning adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tanpa pemberitahuan langsung; sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri Russefendi (Nurdiansyah, 2008).
Siregar (1996: 76) mengatakan bahwa jika ternyata ditemukan kesulitan dalam proses pembelajaran, guru bertugas memberikan arahan dan bimbingan guna memecahkan persoalan yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks ini, menemukan sesuatu berarti mengenal, menghayati dan memahami sesuatu yang belum pernah diketahui sebelumnya agar dapat dijadikan bahan pelajaran dalam menciptakan inovasi pembelajaran yang lebih menggairahkan.
Metode pembelajaran yang pertama kali dikembangkan oleh Bruner ini menitiberatkan pada kemampuan para siswa dalam menemukan sesuatu dalam kegiatan belajar mengajar. Belajar melalui penemuan itu penting, sebab; (1) Pada kenyataan ilmu-ilmu itu diperoleh melalui penemuan, (2) Matematika adalah bahasa yang abstrak; konsep dan lain-lainnya itu akan lebih melekat bila melalui penemuan dengan jalan memanipulasi dan berpengalaman dengan benda benda kongkrit, (3) Generalisasi itu penting; melalui penemuan generalisasi yang diperoleh akan lebih mantap, (4) Dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, (5) Setiap anak adalah makhluk kreatif, (6) Menemukan sesuatu secara sendiri dapat menumbuhkan rasa percaya terhadap dirinya sendiri, dapat meningkatkan motivasi (termasuk motivasi intrinsik), serta pada umumnya bersikap positif terhadap matematika Ilahi (2012: 30).
Pada penelitian ini peneliti mengangkat materi luas trapesium dan layang-layang karena masih banyak siswa yang belum memahami rumus dengan baik, dan tidak mampu menyelesaikan soal dengan baik.. Kelas V digunakan sebagai objek untuk diteliti karena materi luas trapesium dan layang-layang ada pada kelas V dan merupakan kelas yang dipersiapkan untuk masuk ke kelas VI atau kelas ujian, dimana materi ini harus dikuasai siswa dengan baik.
Alasan menggunakan metode discovery learning yaitu memungkinkan untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif, pengetahuan ditemukan sendiri sehingga melalui metode ini akan betul-betul dikuasai, dan mudah digunakan / ditransfer, siswa dibiasakan berpikir analitis dan mencoba memecahkan masalah yang akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis teratarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Trapesium Dan Layang-layang Dengan Menggunakan Metode Discovery Learning Di Kelas V SD Negeri 2 Latihan Ambon”.

B.     Identifikasi Masalah
            Dari permasalahan yang diungkapkan pada latar belakang maka peneliti mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut.
1.      Hasil belajar siswa masih rendah
2.      Kurangnya penggunaan alat peraga / media pembelajaran dalam proses pembelajaran
3.      Sebagian siswa sulit memahami rumus luas trapesium dan layang-layang dikarenakan penanaman konsep segitiga dan pesegi panjang masih kurang
4.      Siswa kesulitan menyelesaikan soal cerita yang bervariasi yang berkaitan dengan trapesium dan layang-layang

C.     Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan metode discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Latihan Ambon pada materi Trapesium dan Layang-layang?

D.    Tujuan Penelitian
            Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Latihan Ambon dengan menggunakan metode discovery learning pada materi Trapesium dan Layang-layang.

E.      Manfaat Penelitian
            Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1.      Manfaat Teoritis
a.       Untuk meningkatkan pengetahuan siswa
b.      Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang ingin mengembangkan atau melanjutkan penelitian ini.
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi siswa untuk meningkatkan penguasaan konsep terhadap materi trapesium dan layang-layang.
b.      Bagi guru, ditemukan strategi pembelajaran yang tepat (tidak konvensional), serta bersifat variatif dan inovatif.
c.       Bagi sekolah memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran dan meningkatkan mutu sekolah..
d.      Bagi Peneliti
a)      Untuk mengetahui efektivitas penggunaan metode discovery learning
b)      Untuk mendapatkan gambaran tentang hasil belajar Matematika melalui penggunaan metode discovery learning.

F.     Penjelasan Istilah
Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka definisinya sebagai berikut :
1.      Metode discovery learning merupakan proses belajar dimana siswa berperan aktif untuk menemukan informasi dan memperoleh pengetahuannya sendiri dengan pengamatan atau diskusi dalam rangka mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna.
2.      Hasil belajar diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran disekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
3.      Trapesium adalah bangun datar segi empat yang tepat mempunyai sepasang sisi sejajar. Sedangkan Layang-layang bangun datar segi empat yang diagonal-diagonalnya berpotongan tegak lurus dan mempunyai dua pasang sisi sejajar yang berdekatan sama panjang.





BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Pengertian Belajar
            Banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Ada lagi secara lebih khusus mengartikan belajar adalah menyerap pengetahuan. Memang kalau kita bertanya kepada seseorang tentang apakah belajar itu, akan memperoleh jawaban yang bermacam-macam. Menurut Wittaker (1970: 15) belajar didefenisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Lebih lanjut Soemanto (2006: 104), belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia, dengan belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang.
            Menurut Gagne (Susanto, 2013: 1) belajar dapat didefenisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Bagi Gagne belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku. Selain itu Gagne juga menekankan bahwa belajar sebagai suatu upaya memperoleh pengetahuanatau keterampilan melalui instruksi
            Adapun menurut Burton (1993), belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara menurut Hilgard (1962), belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku dan ini diperoleh melalui latihan (pengalaman). Hilgard menegaskan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembiaasaan, pengalaman dan sebagainya.
            Dari beberapa pengertian belajar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperolah suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relative tetap baik dalam berpikir, merasa maupun dalam bertindak.

B.     Pengertian Pembelajaran
Menurut Briggs dkk (Winataputra, 2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.
Pembelajarn merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik Susanto (2013: 19).
Ciri utama dari pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Sedangkan komponen-komponen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran.
C.    Pengertian Pembelajaran Matematika
Menurut Corey (2003), pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang secara sengaja dikelolah untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau mengahsilkan respon terhadap situasi tertentu. Selanjutnya menurut Dimyanti (2006), pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk mmebuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber balajar.
Menurut Freudental (2008) matematika merupakan aktivitas insani (human activities) yang harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian matematika merupakan cara berpikir logis yang dipresentasikan dalam bilangan, ruang, dan bentuk dengan aturan-aturan yang telah ada yang tak lepas dari insane tersebut.
Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir siswa yang dapat yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap matematika Susanto (2013: 186).

D.    Metode Discovery Learning
1.      Pengertian Metode Discovery Learning
Apabila ditinjau dari katanya , discover berarti menemukan sedangkan discovery adalah penemuan. Menurut Oemar Hamalik,discovery (1994: 90) adalah proses pembelajaran yang menitiberatkan pada mental intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan dilapangan. Metode discovery learning merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa Asmani (2011: 154).
Metode discovery learning merupakan salah satu metode yang memungkinkan para siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar-mengajar, sehingga mampu menggunakan proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari Ilahi (2012: 34). Selanjutnya Abimanyu dkk (2009: 70) mengatakan bahwa, metode discovery learning memungkinkan untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif, pengetahuan ditemukan sendiri sehingga melalui metode ini akan betul-betul dikuasai, dan mudah digunakan / ditransfer, siswa dibiasakan berpikir analitis dan mencoba memecahkan masalah yang akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan demikian, Metode discovery learning merupakan proses belajar dimana siswa berperan aktif untuk menemukan informasi dan memperoleh pengetahuannya sendiri dengan pengamatan atau diskusi dalam rangka mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna.
Dalam proses pembelajaran guru harus mampu menemukan metode atau teori yang tepat dalam pelaksanaan pembelajaran. Prinsip yang paling penting aladah experiental yaitu metode pengajaran yang menggunakan pengalaman anggota kelas, sehingga pengalaman suatu konsep atau teori pembelajaran benar-benar terealisasikan dengan baik. Itulah sebabnya, discovery learning menjadi salah satu metode pembelajaran yang memberikan pengalaman tersendiri bagi anak didik agar terlibat langsung kondisi lingkungan sekitar.
Dengan keterlibatan langsung, peserta didik diharapkan memiliki kesadaran pribadi. Kesadaran pribadi tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman langsung dalam kegiatan belajar mengajar. Pada titik inilah belajar dari pengalaman lebih baik dari pada hanya berbicara dan tidak pernah berbuat sama sekali. Dengan kata lain belajar merupakan puncak pengalaman yang paling fenomenal dalam memperoleh pengetahuan yang berkaitan dengan perubahan tingkah laku anak didik untuk mendapatkan prestasi terbaik. Dengan demikian tidak salah jika discovery learning dikatakan sebagai proses pengalaman. Hal ini karena discovery learning bertujuan untuk mendapatkan pengalaman belajar yang sesuai dengan kondisi anak didik dalam menerima materi pelajaran yang diberikan sehingga lebih bermakna dan tidak mudah dilupakan.

2.      Tujuan Discovery Learning
Menurut Ilahi (2012: 47) Adapun tujuan discovery learning yang memiliki pengaruh basar bagi anak didik adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengembangkan kreatifitas
2.      Untuk mendapat pengalaman langsung dalam belajar
3.      Untuk mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan kritis
4.      Untuk meningkatkan keaktifan anak didik dalam proses pembelajaran
5.      Untuk belajar memecahkan masalah
6.      Untuk mendapatkan inovasi dalam proses pembelajaran
Lebih lanjut tujuan pengggunaan metode pembelajaran penemuan (discovery larning) menurut Abimanyu dkk (2009: 70) antara lain:
1.      Untuk memperoleh metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2.      Untuk mengaktifkan siswa belajar sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran.
3.      Untuk memvariasikan metode pembelajaran yang digunakan agar siswa tidak bosan.
4.      Agar siswa dapat menemukan sendiri, menyelidiki sendiri dan memecahkan sendiri masalah yng dipelajari, sehingga hasilnya setia dan tahan lama dalam ingatan, dan tidak mudah dilupakan.

3.      Langkah-Langkah Pelaksanaan Metode Discovery Learning
Abimanyu dkk (2009: 71) menetapkan Langkah-langkah pelaksanaan metode pembelajaran penemuan (discovery learning) sebagai berikut.
1)      Kegiatan Persiapan
a)      mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa
b)      merumuskan tujuan pembelajaran
c)      menyiapkan problem (materi pelajaran) yang akan dipecahkan.
d)     menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2)      Kegiatan Pelaksanaan Penemuan
1.      Kegiatan Pembukaan
a)      Melakukan apersepsi , yaitu mengajukan pertanyaan mengenai materi pelajaran yang telah diajarkan.
b)      Memotivasi siswa dengan menunjukan foto/ gambar penemu-penemu matematika yang terkenal agar siswa termotivasi untuk menjadi penemu.
c)      Mengemukakan tujuan pembelajaran dan kegiatan / tugas yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran itu.
2.      Kegiatan Inti
a)      Mengemukakan problem yang akan dicari jawabannya melalui kegiatan penemuan
b)      Diskusi pengarahan tentang cara pelaksanaan penemuan berupa kegiatan penyelidikan / percobaan untuk menemukan konsep atau prinsip yang telah ditetapkan.
c)      Membantu siswa dengan informasi atau data, jika diperlukan siswa
d)     Membantu siswa melakukan analisis data hasil temuan, jika diperlukan
e)      Merangsang terjadinya interaksi anta siswa dengan siswa
f)       Memuji siswa yang giat dalam melaksanakan penemuan.
g)      Memberi kesempatan siswa melaporkan hasil temuannya
3.      Kegiatan Penutup
a)      Siswa membuat rangkuman hasi-hasil penemuanya
b)      Melakukan evaluasi hasil dan proses penemuan
c)      Melakukan tindak lanjut yaitu meminta siswa melakukan penemuan ulang jika ia belum menguasai materi dan meminta iswa mengerjakan tugas pengayaan bagi siswa yang telah melakukan penemuan dengan baik.
4.      Kelebihan Dan Kelemahan Matode Discovery Learning
Keistimewaan discovery learning bagi peserta didik tidak sekedar mengkaji suatu persoalan melainkan juga mengkaji informasi dan fakta kongkret yang mengenai suatu hal yang penting. Berikut beberapa kelebihan dan kelemahan metode discovery learning menurut Ilahi (2012: 68).
1.      Kelebihan metode discovery learning yaitu:
a.       Dalam penyampaian bahan discovery learning, digunakan kegiatan dan pengalaman langsung.
b.      Lebih realistis dan mempunyai makna
c.       Merupakan suatu model pemecahan masalah
d.      Dengan sejumlah transfer secara langsung, maka kegiatan discovery akan lebih mudah diserap oleh anak didik.
e.       Banyak memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar.
2.      Kelemahan metode discovery learning yaitu:
a.       Membutuhkan waktu yang lebih lama
b.      Kemampuan rasional anak masih terbatas
Selanjutnya Hudojo (1984: 7) merinci kekurangan metode pembelajaran penemuan (discovery learning) sebagai berikut.
a.       Memerlukan banyak waktu dan belum dapat dipastikan apakah siswa akan tetap bersemangat menemukan.
b.      Tidak semua guru mempunyai semangat dan kemampuan mengajar dengan metode ini, terutama guru yang pekerjaannya “sarat muatan”.
c.       Tidak setiap siswa dapat diharapkan menjadi seorang “penemu”. Bimbingan yang tidak sesuai dengan kesiapan intelektual siswa akan merusak struktur kognitifnya.

E.     Hasil Belajar
Menurut Sudjanda (2001), hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan  Nasution (1989) berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar.
Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan Kunandar (2011: 277).
Menurut Nawawi (Susanto, 2013: 5), yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut pada aspek kognitif, afektif, psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Secara sederhana hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh  anak setelah melalui kegiatan belajar. Dengan demikian, Hasil belajar diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran disekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
F.     Ruang Lingkup Materi
Adapun yang menjadi ruang lingkup materi dalam penelitian ini sebagaimana terdapat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Ruang Lingkup Materi
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator
Materi
3. Menghitung luas bangun datar sederhana dan menggunakannnya dalam pemecahan masalah
3.1 Menghitung luas trapesium dan layang-layang.
1. menemukan rumus luas trapezium dan menghitung luas trapesium
2.  menemukan rumus layang-layang dan menghitung luas layang-layang
3.  menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas trapezium
4. menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas layang-layang
1. Luas Trapesium




2.Luas Layang-layang


BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipe penelitian tindakan kelas (classroom action research), yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar. Menurut Arikunto (2008: 16), mengatakan bahwa secara garis besarterdapat 4 tahap yang dilalui dalam penelitian tindakan kelas yaitu, (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) pengamatan atau observasi, dan (4) refleksi. Keempat tahap tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3.1 Diagram Tahapan PTK

B.     Lokasi dan Waktu Penelitian
a.       Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Negeri 2 Latihan Ambon, Jalan Dr Tamaella Ambon.
b.      Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan setelah proposal ini diseminarkan.
C.    Data dan Sumber Data Penelitian
1.      Data
Data dalam penelitian ini terdiri atas data kuantitatif berupa hasil belajar siswa dan data kualitatif yang berupa hasil observasi atau pengamatan selama berlangsungnya proses pembelajaran dan hasil pengamatan aktivitas siswa dalam kelompok.
2.      Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah
a.       Siswa
Untuk mendapatkan data tentang hasil belajar dan aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar.
b.      Guru
Untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi metode discovery learning dan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran.



D.    Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 30 orang siswa yang terdiri dari laki-laki 17 siswa dan perempuan 13 siswa kelas V SD Negeri 2 Latihan Ambon dan guru yang mengajar matematika di kelas tersebut.

E.     Perangkat Pembelajaran
perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut.
1.      Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun dengan meneyesuaikan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode discovery learning. RPP disusun untuk 4 kali pertemuan dalam 2 siklus, RPP 01 untuk pertemuan I siklus I, RPP 02 untuk pertemuan II siklus I, RPP 03 untuk pertemuan I siklus II, dan RPP 04 untuk pertemuan II siklus I.
2.      Bahan Ajar
Bahan ajar memuat materi luas trapesium dan layang-layang yang digunakan dalam proses pembelajaran. Bahan ajara disusun dalam 4 kali pertemuan dalam 2 siklus.
3.      LKS (Lembaran Kerja Siswa)
LKS memuat soal-soal yang harus dikerjakan siswa untuk dapat memahami konsep yang dipelajari serta latihan soal yang dikerjakan saat berlangsungnya proses pembelajaran.
Secara rinci perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini sebagai berikut.
Tabel 3.1 Perangkat Pembelajaran Setiap Siklus
Siklus
Pertemuan
RPP
Bahan Ajar
LKS
Materi
I
1
01
01
01
Menemukan rumus luas trapesium
2
02
02
02
Menghitung luas trapesium
II
3
03
03
03
Menemukan rumus luas layang-layang
4
04
04
04
Menghitung luas layang

F.     Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini diawali dengan pengelompokkan setiap siswa dalam kelompok. Penelitian ini terdiri dari dua siklus (siklus I dan siklus II) dan dilaksanakan dalam empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Adapun tahapan penelitian tindakan kelas seperti yang terdapat pada tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Tahapan Penelitian Tindakan Kelas
Siklus
Tahap
Uraian Kegiatan
Siklus I
Perencanaan
1.       Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
2.       Membuat alat evaluasi LKS, dan lembar observasi.
3.       Menyiapkan sarana pendukung berupa alat dan bahan yang diperlukan
4.       Melaksanakan indikator keberhasilan yaitu, melakukan tindakan perbaikan dikatakan berhasil jika 65% siswa mencapai KKM yaitu 65.
Pelaksanaan
Melaksanakan pembelajaran berdasarkan RPP yang dipersiapkan.
Pengamatan
Melakukan pengamatan selama proses pembelajaran berdasarkan lembar observasi
Refleksi
1.       Menganalisis hasil yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan yang dilakukan
2.       Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan
3.       Memperbaiki pelaksanaan tidakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada siklus berikutnya
Siklus II

Perencanaan
1.       Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 02
2.       Membuat alat evaluasi LKS, dan lembar observasi
3.       Menyiapkan sarana pendukung berupa alat dan bahan yang diperlukan
4.       Melakukan indikator keberhasilan yaitu, pelaksanaan tindakan perbaikan dikatakan berhasil jika 65% siswa mencapai KKM yaitu 65.
Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan mengacu pada RPP 02 yang telah disusun
Pengamatan
Melakukan pengamatan selama proses pembelajaran berdasarkan lembar observasi
Refleksi
Melakukan evaluasi tindakan siklus II
Jika pada siklus II siswa belum berhasil maka dikembangkan pembelajaran untuk mengulang tindakan yang belum berhasil dicapai oleh siswa. Tetapi jika siswa berhasil maka tidak dilanjutkan ke silkus III atau siklus berikutnya.

G.    Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Instrument Tes
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes akhir setiap siklus. Tes yang diberikan berupa soal isian dan essay yang dipilih dari materi yang telah diajarkan, dimana setiap akhir siklus diadakan tes guna mengetahui ketercapaian siswa terhadap materi yang diajarkan. Instrument tes yang digunakan adalah perangkat tes akhir setiap siklus dengan pelaksanaan tes dirancang sebanyak 2 kali, tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II.
Tabel 3.3 Instrumen Tes
Siklus
Indikator
Jumlah soal
Bentuk
I
1.       Menemukan rumus luas trapesium dan menghitung luas trapesium
2.       Menemukan rumus luas trapesium dan menghitung luas layang-layang


5


Isian
II
3.       Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas trapesium
4.       Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas  layang-layang
3

3
Essay

Essay

2.      Lembar Observasi
1.      Lembar observasi aktivitas siswa dalam kelompok
Untuk mengamati siswa dalam kelompok, digunakan format observasi siswa dalam kelompok. Lembar observasi tersebut berisi aktivitas siswa pada pertemuan I siklus I, aktivitas siswa pada pertemuan II siklus I, aktivitas siswa pada pertemuan I siklus II dan aktivitas
2.      Lembar observasi aktivitas guru selama proses pembelajaran
Untuk mengamati aktivitas guru selama proses pembelajaran, digunakan format observasi guru. Lembar observasi guru siklus I pertemuan I, siklus I pertemuan II , siklus II pertemuan I dan siklus II pertemuan II.

H.    Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Tes
Tes tersebut dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah dilakukan tindakan, dengan menggunakan metode discovery learning. Tes dilakukan pada akhir pembelajaran, serta dilakukan secara individu.
2.      Pengamatan (observasi)
Pengamatan dilakukan pada saat proses pembelajran berlangsung. Dalam penelitian ini peneliti dibantu oleh beberapa observer, untuk mengamati aktivitas guru yang sedang mengajar, dan mengamati aktivitas setiap siswa dalam kelompok. Peneliti mengamati guru yang sedang mengajar, dan peneliti lain mengamati aktivitas siswa.

I.       Teknik Analisa Data
            Data dari hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif sebagai berikut:
1.      Analisis data kuantitatif
            Menggunakan rumus perhitungan untuk mencari nilai siswa yang kemudian dikonversikan dalam interval nilai untuk menentukan ketuntasan belajar siswa pada materi yang diajarkan. Adapun rumus yang yang digunakan dalam mencari nilai siswa adalah
           
            Hasil belajar =  × 100
            (Rusfendi, 1992: 32)
            Selanjutnya dari hasil belajar siswa dibandingkan dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM), yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui apakah siswa tersebut hasil belajarnya terhadap materi tuntas atau belum tuntas.
Tabel 3.3 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
Kriteria Ketuntasan Minimal
Keterangan
X  ≥ 65
Mencapai KKM
X  < 65
Belum mencapai KKM
            Sedangkan untuk presentase ketuntasan secara klasikal dihitung dengan menggunakan rumus:
            Ketuntasan Belajar =  × 100
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan, sedangkan untuk menentukan ketuntasan belajar siswa terhadap materi yang diajarkan digunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran matematika adalah 65. Ini berarti apabila nilai siswa mencapai ≥ 65 maka tuntas, sebaliknya apabila nilai siswa < 65 berarti tidak tuntas.
Adapun penetapan ketuntasan belajar siswa, didasarkan pada pendapat yang dikemukakan oleh Suryasubroto (2005: 27), bahwa syarat suatu pembelajaran dikatakan tuntas individu maupun klasikal sebagai berikut.
1.      Seorang siswa dikatakan tuntas belajar jika siswa tersebut mencapai skor ≥ 65.
2.      Suatu kelas telah tuntas jika dalam kelas tersebut telah terdapat 65% dari jumlah seluruh siswa mencapai 65
            Berdasarkan pendapat di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa dikatakan berhasil secara klasikal jika ≥ 65% siswa mencapai nilai KKM.
2.      Analisa Data Kualitatif
Data kualitatif digunakan untuk menganalisis hasil pengamatan aktifitas guru dan siswa. Menurut Miles dan Huberman (Tutuhatunewa, 2004: 31), data kualitatif dianalisis melalui tiga tahapan, yaitu:
1.      Reduksi Data
Merupakan proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokuskan, penajaman, penyisihan data yang kurang bermakna dan menatanya sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat ditarik dan diverifikasi.
2.      Penyajian Data
Merupakan proses penampilan data secara lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif, tabulasi, matriks, grafis dan lain sebagainya.
3.      Penarikan Kesimpulan
Merupakan proses pengambilan intisari dari sajian data yang telah diorganisasikan dalam bentuk pernyataan/kalimat singkat dan padat tapi mengandung pengertian yang luas.
Berdasarkan pendapat di atas, dalam penelitian ini digunakan reduksi data, penyajian, dan penarikan kesimpulan sebagai berikut:
a.       Reduksi Data
Dalam penelitian ini, data-data yang direduksi yaitu: reduksi data-data hasil tes siswa. Data-data yang direduksi adalah data hasil tes siswa yang tidak lengkap. Selain itu, reduksi data-data hasil observasi guru dan siswa. Data-data yang direduksi adalah data hasil observasi yang dianggap tidak penting untuk dijelaskan nantinya dalam hasil penelitian dan pembahasan.
b.      Penyajian Data
Setelah melakukan reduksi data, data-data tersebut disajikan dalam bentuk tabel maupun kalimat.
c.       Penarikan Kesimpulan
Data-data yang telah disajikan dalam bentuk tabel atau kalimat, kemudian dirangkum dan dibuat kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA

Asmani. 2011.Tips menjadi guru inspiratif,kreatif dan inovatif. Jokjakarta: Diva Press
Abimanyu dkk. 2009. Strategi pembelajaran. Jakarta: BSNP Depdiknas
Hudojo, Herman. 1984. Metode mengajar matematika. Jakarta: Depdikbut-Dirjen Dikti.
Kunandar. 2011. Langkah mudah penelitian tindakan kelas sebagai pengembangan profesi guru. Jakarta: PT Rajawali Pers
Moh.Ilahi Takdir. 2012. Pembelajaran discovery strategy dan mental vocational skill.    Jokjakarta: Diva Press.
Murdiansyah Budi. 2008. Penggunaan metode penemuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif siswa. [serial online]. http://newsmath.wordpress.com/2008/06/15/proposal-ptk.htm (9-2-2015)
Nasution,S. 1989. Azas-azas mengajar. Bandung: Jermunas
Nasution, S, 2000, Penelitian Ilmiah. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.
Oemar Hamalik. 1994. Pengembangan kurikulum dan pembelajaran. Bandung: Trigenda Karya
Rusfendi,2006. Pengantar keapada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalan pembelajaran matek untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito
Siregar Masarudin. 1985. Metode dan kedudukan dalam proses belajar mengajar. Yokyakarta: Sumbangsih
Sudjanda, Nana. 1991. Model-model mengajar CBSA. Bandung: Sinar Biru
 . 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Susanto,Ahmad. 2013. Teori belajar dan pembelajaran di sekolah dasar. Jakarta: Kencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar